Saturday, November 27, 2010

Mengenal Lebih Dekat Syekh Maulana Al-Magribi Bernama Asli Syaid Abdudurachman Al Idrus Dari Sulu Filipina.

Koran Kaltim Tahun IV No. 1239. Kamis 25 November 2010. hal 16.


(Makam Syekh Ahmad Al-Magribi).

Bulungan-Banyak warga yang belum tahu jika ternyata Wali Allah yang dimakamkan di Desa Salimbatu atau yang dikenal makam Syekh Maulana Al-Magribi, bernama asli Syaid Abdudurachman Al-Idrus berasal dari Sulu Filipina Selatan, dan berjasa besar dalam menyebarkan Islam pertama kali di Bulungan.

Menurut keterangan yang berhasil dihimpun Koran Kaltim, almarhum Syech Syaid Abdudurachman Al-Idrus lebih dikenal dengan sebutan Al-Magribi tatkala beliau wafat. Konon saat prosesi pemakaman dilaksanakan, matahari seakan enggan masuk keperaduannya, karena menghormati kesolehan almarhum yang sepanjang hidupnya hanya dipergunakan untuk beribadah dan berbuat kebaikan kepada sesama.

Namun setelah warga yang ikut memakamkan pulang kerumah waktu sudah menunjukan pukul 08.00 Wita malam. Maka mulai semenjak itulah warga mengeramatkan makam Syech Syaid Abdudurachman Al-Magribi.

Untuk menyebarkan Islam ke Bulungan, Syech Syaid Abdudurachman Al-Idrus ditemani dua murid setianya yaitu Syech Al-Juhri dan Sultan Iskandar salah satu Sultan yang berkuasa di salah satu kerajaan di Sulu Filipina Selatan yang rela meninggalkan harta, keluarga dan kekuasaan yang dimilikinya hanya semata-mata kecintaan yang tinggi kepada Allah SWT.

Setelah Syech Syaid Abdududrachman Al-Idrus wafat, kedua muridnya tetap melaksanakan dakwah untuk mengajak umat islam mengikuti jejak keduanya untuk menegakkan agama Islam. Hingga akhir hayatnya Syech Al-Juhri dan Sultan Iskandar tetap bermukim di Desa Salimbatu diman makam keduanya berdampingan dengan makam sang guru yaitu Syech Syaid Abdudurachman Al-Idrus.

Juru kunci makam Abdul Majid mengatakan, keberhasilan dalam menyebarkan Islam di pesisir Bulungan dan sekitarnya tidak hanya bisa menggugah hati warga. Bahkan gaungnya juga bisa memasuki ke Keraton Kesultanan, dimana kebesaran Islam ini mulai besar di Tanjung Palas ketika era almarhum Sultan Kasimuddin memerintah, dimana satu-satunya Masjid yang dibangun pada masa itu masih bisa kita saksikan sekarang. “Bahkan masih layak untuk dipergunakan sebagai tempat ibadah bagi umat muslim setempat,” urainya. (sah/dari berbagai sumber).

Ragam Seni Tari Tradisional Bulungan

Tari Jugit Demaring khas Kesultanan Bulungan

Seni tari telah menjadi bagian penting dalam budaya Bulungan, bahkan dapat dikatakan seni tari merupakan seni yang paling banyak mengekspresikan kelembutan dan ketinggian budaya Kesultanan dan Masyarakat Bulungan tempo dulu. Maka tidaklah heran seni tari tradisional Bulungan memang memiliki banyak ragamnya. Secara garis besar tari tradisional dibedakan menjadi dua jenis yaitu Tari Istana dan Tari Rakyat. Tari Istana diwakili oleh tari Jugit, yaitu Jugit Paman dan Jugit Demaring, kedunya merupakan tari istana yang sakral walaupun sekilas nampaknya memiliki kesamaan, namun sebenarnya kedua tari itu memiliki perbedaan yang amat kompleks dari segi alat musik dan syair lagu, warna baju dan kain yang digunakan, gerak tangan saat memegang kipas dan selendang, serta peruntukannya untuk apa dan siapa tari itu disuguhkan. Dimasa lampau saking sakralnya tarian ini, tari Jugit Paman hanya boleh disuguhkan kepada Sultan dan di tarikan didalam kraton sedangkan tari Jugit Demaring dapat disaksikan oleh rakyat biasa dan boleh disuguhkan diluar kraton. 

Selanjutnya adalah tarian tradisional masyarakat diantaranya ada tari Blunde’ atau Blundik, kemudian tari Mance atau Bemance’ dan tari Bagun. Blunde’ atau blundik merupakan tari tradisional bulungan yang sudah hampir jarang sekali ditemukan konon bentuk tari ini hampir sama dengan tari enggang dari suku Dayak, tidak menggunakan bulu enggang seperti umumnya melainkan hanya menggunakan tangan biasa dan kostumnya yang paling khas adalah ikat kepala, baju kebaya dan tapih (kain) yang digunakan hingga menutup lutut. Tari ini konon diciptakan oleh Datuk Perdana dan syairnya menggunakan bahasa Kayan Pimping, barulah kemudian syairnya diciptakan ulang dalam bahasa melayu oleh Datuk Abdul Aziz yang berjudul “Pinang Sendawar”. 

Tari Mance atau Bemance, disebut juga tari silat, geraknya hampir sama dengan bentuk silat pada umumnya namun lebih luwes dan lebih berupa tarian yang disuguhkan sebagai bentuk hiburan, dimasa lampau Bemance merupakan kegemaran sebagaian besar pemuda bulungan. Kemudian ada juga yang disebut tari Bangun, tari ini merupakan tari magis dan sakral dan tujuannya untuk memanggil kekuatan alam sebagai media penyembuhan, biasanya diperuntukan untuk mengobati orang-orang sakit dimasa lampau, walaupun saat ini masih sering dimainkan, sifatnya sudah bergeser menjadi bagian dari seni tari murni walaupun nuansa magis dan sakral tetap bisa dirasakan. 

Tari Bangun memiliki setidaknya tiga bantuk yaitu: Ngala Bedua’ (dimaksud untuk mengambil semangat si sakit), Betujul (memberi makan sesuatu yang gaib) dan yang terakhir Persembahan. Selain bentuk tari tradisional seperti yang penulis sebutkan di atas, masih ada lagi tari yang populer dikalangan masyarakat Bulungan yaitu tari Zapin atau Jepen dalam dialek masyarakat Bulungan, tari Jepen Bulungan lahir dari proses yang panjang dari interaksi agama Islam dengan penduduk suku Bulungan. Jepan yang dimiliki masyarakat Bulungan murni kreasi para seniman sekaligus para pendawah dimasa lampau, Jepen ini menjadi sangat special karena sering muncul atau dimainkan dalam setiap hajat masyarakat khususnya pesta rakyat atau acara perkawinan, bila tak ada Jepen rasa tak lengkaplah acara tersebut, begitulah istilah orang Bulungan menyebutnya. Jepen Bulungan memiliki empat variasi bentuk yaitu: Jepen Serimpot, Jepen Surung Dayung, Jepan Ketemu dan yang terakhir Jepan Sirung (Sorong). 

Demikianlah sekilas mengenai seni tari dan ragamnya, semoga tulisan ini dapat berguna untuk kita pada umumnya dan khususnya untuk mereka yang menggali seni Budaya Bulungan. Sumber: Wawancara pada tanggal September 19, 2010, 3:23:00 AM. dengan pengajar tari tradisional Bulungan, Ibu Iyay (Qamariyah), yang merupakan putri dari Datuk Aziz Saleh Masyur (DASMAN) salah seorang seniman multy talent yang pernah dimiliki oleh Kabupaten Bulungan.By. Muh. Zarkasyi