Saturday, January 22, 2011

Sultan Djalaluddin II (1931-1959) dan Agresi Jepang di Bulungan.

Sultan Maulana Muhammad Djalaluddin

Kali ini kita akan membahas mengenai Sultan Maulana Muhammad Djalaluddin atau lebih dikenal dengan nama Sultan Djalaluddin, salah seorang Sultan yang patut diperhitungkan dalam perjalanan sejarah Bulungan, bernama asli Datuk Tiras, ia kemudian naik tahta setelah menggantikan keponakannya Sultan Akhmad Sulaiman yang tidak lama menjabat dikarena meninggal karena sakit, Sultan Akhmad Sulaiman hanya bertahta sekitar beberapa bulan saja yaitu antara tahun 1930-1931, sebelum Akhmad Sulaiman naik tahta, pemerintahan dipegang oleh pemangku yaitu Datuk Mansyur yang menggantikan sementara pasca meninggalnya Sultan Kasimuddin.

Sultan Maulana Muhammad Djalaluddin atau lebih Sultan Djaluddin II, dinobatkan menjadi Sultan pada tahun 1931, ia kemudian membangun lagi istana di hilir istana yang kedua disebut juga dengan nama Kraton III. Pada masanya memerintah, beliau nampaknya melakukan perampingan dalam jabatan pos kementrian. Para menteri Kesultanan dibagi menjadi empat jabatan yaitu: Sekretaris Sultan, Datuk Bendahara Paduka Raja (Menteri ke I), Datuk Perdana (Menteri ke II) dan Datuk Laksamana Setia Diraja (Menteri ke III).

Dimasa beliau inilah kota Tanjung Palas ditata dengan rapi, dan secara administratif dibagi menjadi tiga kampung yaitu Tanjung Palas Hulu, Tanjung Palas Tengah dan Tanjung Palas Hilir. Pendidikan agama modern pertama secara klasikal juga terjadi dimasa beliau berkuasa, dimasa itu Bulungan memilki dua sekolah yaitu Al-Ma’rif dan Al-Ulum, selain itu terdapat pula sekolah sederhana yang didirikan oleh organisasi Musyawaratutthalibin di kampung pasar. Bagi hasil minyak yang dikelola oleh pemerintah Kolonial Belanda, digunakan untuk mensejahtrakan rakyat, dimasa beliau inilah rakyat mendapatkan aliran listrik secara gratis, begitupula perbaikan perumahan, mereka mendapatkan dana talangan langsung dari kas istana.

Sayangnya kondisi tersebut tidak berlangsung lama, tahun 1942 perang Pasifik pecah, Seperti kata pepatah “tak ada kekuasaan hamba-Nya dimuka bumi ini yang abadi” Belanda akhirnya harus menelan pil pahit akibat serangan Jepang atas Tarakan tahun 1942 dalam peristiwa “perang dua hari” tersebut. Sebenarnya pilihan tentara Jepang untuk meluaskan kekuasaannya karena mereka tergoda oleh pesona “Minyak bumi dan karet” yang mereka perlukan untuk mempertahankan keutuhan produksi dalam negeri mereka.

Hal ini di sebabkan Jepang membutuhkan suplai minyak untuk kebutuhan industri di negaranya, cadangan minyak jepang pada waktu itu hanya bertahan 18 bulan terhitung dari bulan Desember 1941 saat mereka untuk pertama kalinya melibatkan diri dalam perang dunia kedua. Apalagi sejak Juli 1941 pihak Belanda sengaja memutuskan suplai minyak ke Jepang dengan cara memberlakukan larangan exspor minyak dan sumber-sumber bahan mentah lainnya untuk kebutuhan industri dari Hindia Belanda ke Jepang sebagai tanggapan atas tindakan jepang yang menyerang Tiongkok, sehingga mengakibatkan perang terbuka antara Tiongkok dan Jepang tahun 1937. Apa yang dilakukan Belanda juga di ikuti Amerika Serikat, Inggris dan sekutu barat dengan menerapkan embargo ekonomi terhadap Jepang tahun 1941, sikap Belanda itu tentunya sangat menyakiti pihak Jepang, ini dikarenakan Belanda merupakan negara Eropa yang memiliki hubungan yang sangat erat dengan Jepang sejak lama, karena itu jelaslah sikap Belanda yang memihak Tiongkok saat itu oleh Jepang dianggap sebuah penghianatan yang tak termaafkan.

Sebenarnya jauh sebelum pecah perang Pasifik, sudah terjadi persaingan ekonomi antara Jepang dengan dengan Negara-negara barat, disinilah apa yang disebut sebagai letak kecurangan bangsa barat, mereka tidak suka adanya negara industri di Asia seperti Jepang, dengan alasan sebagai pelindung Demokrasi dan keadilan, mereka menekan Jepang dengan berbagai embargo ekonomi, tapi secara bersamaan mereka justru menjajah bangsa Asia, Amerika Latin dan Afrika.

Pihak Kolonial Belanda juga mempunyai andil yang besar untuk mempercepat jatuhnya Bulungan khususnya kota Tarakan ke tangan Jepang. Dalam bidang militer Belanda termasuk negara kolonial yang lamban melakukan moderenisasi peralatan militernya, akibatnya sebagian besar persenjataan yang digunakan untuk menghadapi Jepang termasuk persenjataan yang ketinggalan jaman bahkan tidak sedikit peninggalan perang dunia pertama, kalaupun ada yang terbilang canggih, itupun masuk daftar persenjataan kualitas kelas dua alias bermutu rendah. Contohnya bisa dilihat pada usaha Belanda untuk memodernisasi angkatan udaranya (Militaire Luchtvaart), Belanda berusaha mendapatkan pesawat-pesawat canggih dari Amerika Serikat, namun karena tidak ingin pengalaman buruk di Indo-Cina Prancis terulang, dimana persenjataan Amerika dirampas oleh Jepang, maka permintaan Belanda tersebut tidak ditanggapi sepenuh hati oleh Amerika. Belanda hanya di izinkan untuk membeli produk militer kelas dua dari Amerika serikat, akibatnya petinggi Belanda menjatuhkan pilihannya pada perlengkapan militer seperti Boomber Glen Martin, pesawat tempur Curtis Hawk dan “si gendut” Browster Buffalo.

Pesawat-pesawat tersebut ditempatkan di Tarakan, dengan komposisi lima pesawat tempur jenis Brewester Bufallo dan tiga buah pengebom (bomber) Glenn Martin, satu pesawat terbang amfibi (Floatpalne) Belanda Dornier DO-24K, produk militer lain yang sempat digunakan Belanda untuk mempertahankan tarakan adalah empat pucuk meriam 40 milimeter bikinan Bofors (swedia), empat pucuk arteleri pertahanan udara 20 milimeter dan selusin mitraliur 12,7 milimeter serta kekuatan kavalari Belanda hanya di lengkapi tujuh kendraan lapis baja (overvalwagens). Nasib sial pemerintah Kolonial Belanda semakin bertambah karena KNIL (Koninkluk Nederlandsch Indisch Leger), tentara Kompeni yang disiapkan Belanda untuk mempertahankan kepulauan Hindia-Belanda ternyata 80% tidak siap bertempur, ini karena KNIL memang hanya didik untuk menghancurkan pemberontakan pribumi bukan sebagai tentara yang memang disiapkan untuk menghadapi agreasi atau serangan negara lain. Itulah sebabnya KNIL memang punya taring hebat menghadapi pemberontak pribumi yang tentu saja kurang persenjataan, tapi begitu melawan Jepang mereka malah tidak bisa berbuat banyak.

Yang lebih parahnya lagi, Belanda ternyata kalah saing terhadap agen-agen rahasia Jepang, di Tarakan sebelum terjadinya pecah perang pasifik, Jepang dengan sangat baik membangun jaringan mata-mata hampir diseluruh kawasan asia Timur dan Tenggara, mereka menyamar sebagai buruh, nelayan, pengusaha perkebunan dan lain sebagainya. Mereka sangat rinci mencatat keadaan perekonomian, keadaan alam, letak geografi, kedalaman pasang surut air laut bahkan mereka juga mengetahui jumlah orang Belanda, dimana mereka bekerja dan berapa jumlah keluarga mereka serta informasi lain yang dibutuhkan, apa yang berlaku di Tarakan ini, nampaknya juga terjadi dikawasan Tanjung Selor yang merupakan garnisun KNIL di Bulungan.

Kesalahan lain juga terlihat, Kitimura salah seorang Jepang yang menyamar menjadi orang Cina, ternyata malah menjadi kontraktor untuk membangun kubu pertahanan sekutu, hasilnyapun sudah dapat diketahui: Belanda sudah kalah sebelum berperang.

Masa pembalasan Jepang atas Belanda dan sekutu Eropanyapun akhirnya tiba, Tahun 1942 perang Pasifik pecah, Angkatan Perang Kekaisaran Jepang melakukan serangan kilat atau Blitzkrieg secara serempak di wilayah Asia Tenggara, sebelumnya tentara Jepang menyerbu Pearl harbor tanggal 7 desember 1941. Strategi perang modern Jepang diawali serangan mendadak yang melibatkan koordinasi gempuran udara, darat, dan laut meniru strategi tentara Nazi Jerman di Eropa. Serangan serempak itu berlangsung dimedan tempur yang membentang 5.800 mil (sekitar 10.440 kilometer) dari Malaya-Filipina-Pearl Harbor hingga kepulauan Aleut di sebelah barat Alaska.

Tentu saja peristiwa ini sangat merugikan pemerintah Kolonial Belanda terutama terbakarnya kilang-kilang minyak minyak di pulau Tarakan yang tersebar di wilayah barat pulau Tarakan, sasaran Jepang sebenarnya ladang-ladang minyak di seluruh kepulauan Nusantara, dan secara geografi sumber minyak terdekat dengan kekuatan Jepang yang sudah berpangkalan di Davao, Mindanao (Filipina Selatan) adalah pulau Tarakan itulah sebabnya Panglima Angkatan Laut Jepang yang sangat termasyur, Admiral Takeo Kurita memerintahkan satuan Khusus Angkatan Laut Jepang mengambil alih Pulau Tarakan, sesuai rencana gurita tengah (Central Octopus). Unit tempur ini bergerak dari dua arah di utara melalui Kepulauan Filipina dan satuan dari Kepulauan Palau di utara Papua di bawah komando Mayor Jenderal Shizuo Sakaguchi. Mereka meninggalkan Davao di Mindanao Filipina Selatan sejak Tanggal 7 Januari langsung menuju sasaran pertama di kepulauan nusantara yaitu pulau Tarakan. Pasukan besar ini terdiri dari kekuatan gabungan dari Nihon Rikugun (AL) dan Teikoku Kaigun (AD), Angkatan Perang kekaisaran Jepang ini berjumlah kurang lebih 20.000 prajurit.

Komandan pasukan Belanda pada masa itu adalah Letnan Kolonel (overstee) S. de Waal, untuk mempertahankan Pulau Tarakan dari serbuan tentara Jepang, beliau mengkonsentrasikan kekuatan pertahanan Angkatan Perang Belanda di wilayah sebelah barat pulau Tarakan, hal itu dikarenakan obyek vital seperti kawasan pemukiman, pelabuhan laut, pelabuhan udara Juata (Croydon Airstip), dan industri perminyakan tersebar di sebelah barat pulau ini. Sedangkan disisi timur pulau hanya ada perbukitan dan hutan belantara. Itulah sebabnya Belanda menempatkan satuan artileri pantai (kustartillerie) buatan Krupp und Essen Jerman ukuran 75 mm di pantai barat di Tanjung Juata, Lingkas, Karungan dan Peningki Lama. Satuan kompi arteleri ketiga di tugaskan di Tarakan di bawah pimpinan Kapten M. J. Bakker membagi satuan arteleri dalam sejumlah baterai yang di pimpin Letnan Satu Van der Zijde, asal Afrika selatan, Letnan Satu J. W. Storm van Leeuwen, Letnan Satu J. P. A.Van Adrichem, asal Afrika Selatan, dan Letnan satu J. Verdam. Sementara itu, satuan arteleri ringan (luchtdoelartillerie) dipimpin Letnan Dua T. Nijenhuis, Asal Afrika Selatan. Satuan ini mengandalkan empat pucuk meriam 40 milimeter bikinan Bofors (swedia), empat pucuk arteleri pertahanan udara 20 milimeter dan selusin mitraliur 12,7 milimeter. Kekuatan kavalari Belanda hanya di lengkapi tujuh kendraan lapis baja (overvalwagens).

Pasukan yang menjaga pulau Tarakan pada masa itu terdiri dari 1.300 personil, mereka merupakan gabungan dari Angkatan Darat Belanda / KNIL (Koninkluk Nederlandsch Indisch Leger), Angkatan Udara Belanda (Militaire Luchtvaart) dan Angkatan Laut Hindia Belanda (Zeemach Nederlands Indie) bahkan Manajer BPM (Bataafsce Petroleum Maatschapij) Anton Colijn yang berpangkat Tituler Kapten, menugaskan 40 personilnya untuk mendukung milisi mempertahankan Pulau Tarakan. Gabungan pasukan ini saling bahu-membahu mempertahankan Kepulauan Nusantara sebagai kebanggaan terakhir dari De Koningin (Ratu Belanda) melawan Angkatan Bersenjata Jepang, sedangkan Ratu Wihelmina sendiri sejak bulan Mei 1940, sudah mengungsi ke London.

Karena hanya memiliki empat pesawat tempur jenis Brewester Bufallo dan tiga buah pengebom (bomber) Glenn Martin yang jumlahnya sedikit untuk menghadang kedatangan musuh, maka de Waal menitik beratkan pertahanan di darat dan di sekeliling pantai pulau tersebut dengan menebar ranjau laut, Letnan Komandan AC van Versendaal, komandan satu-satunya kapal peyebar ranjau Prins van Oranje, betul-betul di sibukan dengan tugas menanam ranjau di sekitar perairan di Pulau Tarakan, hasilnya dalam waktu singkat seluruh perairan Tarakan di tutupi ranjau laut. Tidak ketinggalan juga sebuah kapal selam K-10 yang dipimpin Letnan P. G. de Back juga ikut melakukan patroli perairan sekitar Tarakan hingga Selat Makassar.

Pada tanggal 9 januari, kapal perang Prins van Oranje mendapat serangan udara dari pihak Jepang. Prins van Oranje hanya mengalami kerusakan ringan. Satu pesawat Jepang kemungkinan tertembak jatuh dalam serangan hari itu, walaupun demikian pesawat terbang amfibi (Floatpalne) Belanda Dornier DO-24K, tetap melakukan patroli rutin di atas wilayah udara Tarakan. Sehari kemudian tanggal 10 januari, pesawat itu melaporkan bahwa Armada Angkatan perang Kekaisaran Jepang tiba di perairan Tarakan dan siap mendekati pulau tersebut, armada itu terdiri dari dua kapal penjelajah berat (heavi Criuser), delapan kapal perusak (destroyer) di tambah iringan kapal pengangkut pasukan mendekati Tarakan dari timur. Konvoi tersebut melepas jangkar sepuluh mil di timur Tarakan dan kapal pengangkut bersiap mendaratkan pasukan. mengetahui hal itu, Letkol. S. de Wall langsung mengambil keputusan untuk melakukan menghancurkan semua fasilitas perminyakan beserta seluruh ladang-ladang minyak di pulau Tarakan, semua ini dimaksudkan untuk menghindari jatuhnya sumur-sumur minyak ketangan Jepang. Seluruh ladang minyak, tangki penyimpanan raksasa, jaringan pipa di Juata, Gunung Tjangkoel, berikut pompa dan dan gudang penyimpanan material di bakar Belanda. Suasana saat itu benar mengerikan, seolah-olah seluruh pulau Tarakan terbakar, dari laut pasukan pendarat Jepang melihat seluruh daratan Tarakan seperti neraka.

Pasukan pendarat Angkatan Perang Kekaisaran Jepang terbagi dalam pasukan sayap kanan dan sayap kiri menyerang pantai timur Tarakan, Jepang berhasil mengelabui pasukan pertahanan Belanda yang berada di pantai barat pulau Tarakan. Pasukan sayap kiri pertama mendarat di sekitar pantai Pantai Amal tengah malam sekitar pukul 12.00 tanggal 11 januari 1942, dan 30 menit kemudian diikuti oleh satuan Khusus Angkatan Laut Kure (pasukan sayap kanan). Satuan pasukan sayap kanan bergerak lebih dalam ke daratan di daerah sebelah utara ladang minyak, mereka mengepung sebuah bukit yang cukup penting. Namun tembakan senapan mesin dan senapan laras panjang Belanda sangat gencar, sehingga hampir mustahil untuk bergerak maju,. Pihak Belanda melengkapi pertahanan mereka dengan peralatan perang yang sangat sedikit, seperti senjata bekas perang dunia pertama yaitu Water Mantel Machine Gun berhasil menghalangi pasukan Jepang di sekitar kampung satu dan ladang minyak di sebelah utara Tarakan. Tapi itu tidak bertahan lama, pasukan Jepang berhasil mengalahkan mereka.

Satuan kavaleri Belanda yang jumlahnya sekitar tujuh buah itu, terlibat pertempuran di kawasan Pamoesian, unit ini berperang melawan pasukan sayap kanan Jepang. Tapi akhirnya mereka dikalahkan juga. Pada pagi harinya, Letkol (overstee) S. de waal akhirnya menyerah dan kemudian mengirim utusan dengan membawa bendera putih sebagai tanda gencatan senjata dan sebuah tawaran untuk menyerah. Kolonel Kyohei Yamamoto, komandan pasuka sayap kanan, langsung mengirimkan telegram kepada komandan Detasemen Sakaguchi yang memberitahukan bahwa pihak Belanda menyerah. Akhirnya satuan khusus pendaratan Kure ke-2 bergerak maju dengan cepat, mereka langsung menuju ke lapangan udara Juata (Crodon Airstrip) dan menguasainya menjelang pagi hari tanggal 12 Januari. Tarakan pun Akhirnya jatuh ketangan tentara Jepang dalam waktu dua hari. Setelah memukul mundul tentara KNIL dan menduduki kota minyak Balikpapan tanggal 23 Januari 1942, barulah tiga belas hari kemudian tepatnya pukul 03.00 tanggal 05 February 1942, sepasukan tentara Jepang akhirnya menduduki Tanjung Palas dan Tanjung Selor dengan tanpa pelawanan yang berarti.

Sayangnya kita tidak mendapatkan banyak catatan yang menerangkan bagaimana persisinya apa yang terjadi saat mendaratnya pasukan Jepang di Tanjung Selor dan Tanjung Palas saat itu, hanya yang dapat kisahkan dari catatan-catatan tertulis bahwa pada saat itu banyak orang-orang mengungsi keluar dari kota Tanjung Selor dan Tanjung Palas untuk mendapatkan perlindungan di perkampungan kecil yang tidak jauh dari pusat kota tersebut, selain itu Sultan Bulungan, Sultan Maulana Djalaluddin II akhirnya menyerah dan mengakui keberadaan Jepang di wilayah Kekuasaannya. Karena itu dapat diduga sebelumnya kedatangan Pasukan Jepang di Tanjung Selor pada saat itu, terkait upaya untuk membersihkan sisa-sisa tentara KNIL dan khususnya orang-orang Belanda yang ada di Tanjung Selor pada saat itu.

Kekejaman tentara Jepang saat pendudukan pulau Tarakan memang luar biasa, seluruh awak baterai pantai Karungan yang berjumlah 84 orang (satuan pertahanan pantai yang sempat menenggelamkan kapal penyapu ranjau Jepang) dilempar hidup-hidup kelaut dengan tangan yang terikat dan di bagi dibagi dalam kelompok kecil berjumlah tiga orang. Selanjutnya 219 tentara Belanda di tenggelamkan di pesisir Pantai Tarakan. Jumlah keseluruhan Tentara Belanda yang tewas tidak di ketahui pasti. Tapi di perkirakan lebih dari separuh pasukan Belanda tewas dalam dua hari pertempuran di Tarakan. Secara keseluruhan Jepang menawan 871 tawanan perang Belanda. Di pihak Jepang sendiri Rikugun (Angkatan Laut) 8 orang tewas, Kaigun (Angkatan Darat) sebanyak 247 orang jiwa. Dari 247 jiwa tersebut 200 orang tewas di laut sedangkan sisanya 47 orang tewas di darat. Selain itu 18 orang lainnya juga tewas dalam serangan pesawat pengebom (bomber) Glenn Martin Belanda.

Sumber: 

Santoso, Iwan. 2004. Tarakan “Pearl Harbor” Indonesia (1942-1945). PT Gramedia Pustaka Jakarta.

Adrian B. Lapian, Orang Laut, Bajak Laut, Raja Laut Sejarah Kawasan Laut Sulawesi Abad XIX, Jakarta, Komunitas Bambu, Agustus 2009.

Zulkarnen, Datuk Iskandar-, dkk. 1995. “Pesona Dan Tantangan Bulungan”. Jakarta : LKBN Antara.

No comments:

Post a Comment

bulungan