Peta Kalimantan yang dibuat sekitar tahun 1902. Sumber Pinteres. |
Gambar diatas
merupakan sebuah Peta Pulau Kalimantan semasa dibawah pemerintahan Hindia
Belanda dan dibagian lainnya dibawah pengaruh pemerintahan Kolonial Inggris. Lalu
apa yang menarik dari peta diatas? Peta tersebut menceritakan kondisi politik
dan geografi Kalimantan hampir seratus tahun yang lalu.
Poin Pertama
kita tengok dulu Peta wilayah Brunei yang berwarna hijau dibagian atas, sudah
kawan perhatikan? Ya, wilayah tersebut yang tergambar pada peta itu ternyata
tidaklah sama dengan kondisi geografi dimasa ini. Wilayah Brunei benar-benar
menyusut drastis akibat kolonisasi Inggris diutara Kalimantan tersebut.
Orang-orang
Inggris mulai menjepit Brunei dari dua arah yang pertama seorang Contry Traider
bernama James Brook yang berhasil mendapat pengaruh di Serawak, ia bahkan sempat
menggertak Sultan brunei dengan membawa sebuah kapal miliknya yang dilengkapi
belasan meriam tepat didepan tempat duduk Sultan sebagai alat negosiasinya,
yang kedua dijepit dari arah Sabah oleh perusahaan Inggris British
North Borneo Company (BNB) dan mendirikan
koloni di daerah itu, Brunei dikemudian hari bahkan harus berhadapan dengan Negara
baru yang bernama Malaysia dan sempat terlibat konflik perbatasan antara kedua Negara
diwilayah Limbang, Brunei sekali lagi mengalah dan tengoklah peta Brunei hari
ini, dimana wilayahnya mengecil dan ada celah diantara wilayahnya yang dikuasai
oleh Malaysia.
Kedua, Peta Berau tidak berubah sama sekali dalam
seratus tahun, mengapa ada yang janggal? Itu tak lain karena ditanah Berau terdiri
dari dua buah Kesultanan yang berdiri sendiri dan jejak sejarahnya masih dapat
ditemuai hari ini. Yaitu Kesultanan Gunung Tabur dan Kesultanan Sambaliung,
menariknya dalam peta tersebut kedua identitas Kesultanan itu tampak hampir tak
terlihat. Seolah-olah Dua Kesultanan yang dijadikan satu.
Saya sendiri
pernah mengulas bagaimana Hubungan Berau Bulungan dan latar belakang
terpecahnya Kerajaan Berau Kuno menjadi beberapa kesultanan, sila baca link ini
:http://muhzarkasy-bulungan.blogspot.com/2020/01/seperti-apa-catatan-sejarah-hubungan.html
Sebagai penyegar ingatan pasca Kerajaan Berau kuno terpecah,
wilayanya secara geografi dipisahkan oleh Sungai Segah, dengan rincian:
Sebelah Utara Sungai Berau (Kuran) serta tanah
kiri kanan sungai Segah menjadi Kerajaan Gunung Tabur diperintah oleh Sultan
Gazi Mahyudin (Sultan Aji Kuning II). Sebelah Selatan Sungai Berau (Kuran)
dan tanah kiri kanan sungai Kelay menjadi Kerjaan Sambaliung di perintah oleh
raja Alam (Sultan Alimuddin). Kedudukan Pemerintahan di Muara Bangun
dipindahkan. Sultan Aji Kuning memilih Gunung Tabur yang terletak di sebelah
kanan muara cabang sungai Segah sebagai pusat pemerintahannya dan Sultan
Alimuddin Raja Alam memindahkan pusat pemerintahannya di kampong Gayam sebelah
kanan masuk sungai Kelay, disebut Tanjoeng. Dari sini saja sudah jelas seharusnya ada dua
entitas berbeda yang digambarkan dalam peta tersebut.
Ketiga, yaitu gambar
pada wilayah Kesultanan Bulungan atau dikemudian hari nanti disebut Kabupaten
Bulungan (sebelum dipecah menjadi
beberapa Kabupaten dan Kota di Kaltara). Apa yang menarik dalam gambar tersebut,
sudah kawan perhatikan? Ya, ada nama Tidoeng disana. Mengapa ini menjadi
menarik, menurut catatan sejarah, Kesultanan Bulungan adalah penguasa yang wilayahnya cukup
luas hingga keperbatasan wilayah Koloni Inggris di utara. Bagi yang memperhatikan peta lama Kabupaten Bulungan,
nama wilayah yang menjadi Kawasan Tidoeng Landens boleh dikata hampir tidak
ditemukan lagi pada peta modern tersebut, justru nama tersebut ada pada peta
lama yang dibuat hampir seratus tahun sebelumnya. Mengapa bisa seperti itu?
Sebenarnya apa bila dilacak, nama tanah Tidung
sebenarnya buka wilayah yang benar-benar baru, dan tentu saja wilayahnya lebih
luas dari wilayah Kabupaten Tanah Tidung itu sendiri, catatan sejarah Bulungan
sendiri menyebutkan yang dimaknai Tanah tidung adalah sebuah wilayah yang
letaknya di Timur Laut dari wilayah inti Kesultanan Bulungan. Dalam catatan
sejarah tersebut yang ditulis oleh Dt. Pedana Ibn Dt Mansyur, Tanah Tidung menjadi bagian
dari taklukan Kesultanan Bulungan.
Dalam
catatan pemerintahan Belanda, pada tanggal 2 Februari 1877 diterbitkan Ordonantie
berupa Staatsblad (surat keputusan) nomor 31 tentang kekuasaan
mengatur kerajaan Bulungan yang membawahi Tanah
Tidung, Pulau Tarakan, Nunukan, Pulau Sebatik, dan Beberapa pulau kecil di
sekitar. Bahkan, Surat Keputusan itu di kukuhkan kembali pada 15 maret 1884
oleh Sekretaris kerajaan Belanda di Bogor. Setahun kemudian pada bulan Juni
1878 disepakati perjanjian kerjasama (Konteverklaring de tweede II) antara Bulungan-Belanda dengan
pokok perjanjianya yaitu: Belanda
dapat menentukan kebijakan sultan Bulungan termasuk urusan pajak dan Sultan
Kaharuddin II terjamin keamanannya.
Kembali ke pembahasan sebelumnya, mengapa dalam
seratus tahun setelah peta tersebut dibuat, Tanah Tidoeng hilang dari peta, bisa jadi hal
ini nampaknya akibat warisan administrasi Belanda, baik Kesultanan Bulungan dan
Tidung pada awalnya adalah wilayah yang memilki pemerintahan sendiri, memiliki
budaya masing-masing walau keduanya adalah kerabat. Belanda menggabungnya
menjadi satu dibawah admistrasi dibawah Kesultanan Bulungan. Bagaimana proses penggabungan itu sendiri dan
apa implikasinya bagi keduanya, penulis tak dapat menuliskannya pada tulisan ini,
mungkin lain waktu. By. Muh. Zarkasyi
No comments:
Post a Comment
bulungan