![]() |
[Buku Babon Sejarah Kerajaan Nusantara, Kesultanan Bulungan dibahas pada halaman 282 hingga 286] |
Tentunya sebagai
pembaca, kita layak untuk mengapresiasi karya tersebut mengingat beberapa
sejarah kerajaan atau kesultanan dalam buku tersebut ada beberapa yang tidak
dikenal dalam buku-buku sejarah yang dipelajari di sekolah, termasuk mengenai
Kesultanan Bulungan.
Dalam konteks
sejarah Kesultanan Bulungan, ada beberapa hal yang bagi saya layak diapresiasi,
setidaknya beberapa poin yang sudah ditulis oleh Saudara Faisal Ardi Gustama
tersebut, diantaranya:
[Poin 01] dalam tulisan mengenai sejarah Kesultanan
Bulungan tersebut, disebutkan bahwa “Kerajaan
Bulungan adalah kerajaan yang pernah menguasai sebagian besar wilayah
Kalimantan Utara, meliputi wilayah yang kini termasuk dalam area administratif Kabupaten Bulungan, Kabupaten Tanah Tidung, Kabupaten Malinau, Kabupaten
Nunukan, Kota Tarakan, hingga Sabah (Malaysia bagian timur, perbatasan dengan
Indonesia)”. Tulisan tersebut mengapa saya anggap penting karena diluar
sana, atau diluar Kalimantan utara dan Timur khususnya hal tersebut tidak
banyak diketahui oleh banyak orang, sedikit menambahkan dalam tulisan tersebut,
bahwa wilayah administrasi baik Kabupaten atau Kota yang disebutkan pada
tulisan tersebut, pasca Kesultanan Bulungan menjadi bagian NKRI setelah tahun
1949, sempat menjadi Daerah Istimewa Bulungan kemudian berubah status sekitar
tahun 1959 menjadi Dati II Bulungan, dikemudian hari dikenal sebagai Kabupaten
Bulungan adalah wilayah Induk dari lima Kabupaten kota yang menjadi bagian dari
Provinsi Kalimantan Utara saat ini.
[Poin 02] penulis pada akhir tulisan tentang Kesultanan
Bulungan, memaparkan singkat namun padat mengenai peristiwa Tragedi Juli 1964.
Walaupun sudah banyak yang mengulas tersebut baik dimedia sosial maupun cetak
bahkan beberapa ulasan video di Youtube, tulisan tersebut berarti setidaknya
bagi kami pengamat sejarah lokal Kesultanan Bulungan secara khususnya, tulisan
tersebut cukup jelas menyebutkan mengenai adanya perintah oleh oknum yang saat itu menjabat sebagai Pangdam IX Mulawarman, untuk melakukan tindakan tak terpuji diwilayah Dati II Bulungan pada masa itu. Penulis juga memaparkan jumlah
korban yang jatuh serta tindakan-tindakan brutal berupa penangkapan dan
penjarahan yang terjadi pada Kesultanan Bulungan diSenjakalanya pada tahun 1964 tersebut, semoga tulisan dan paparan
itu menambah pengetahuan dan perbendaharaan mengenai sejarah Republik Indonesia
yang tidak banyak didapatkan dibangku sekolah, bahwa ada kenyataan pahit di
saat kampanye Dwikora dikobarkan, ada sebuah peristiwa yang coba ditutup-tutupi
cukup lama yaitu peristiwa Bultiken atau Tragedi Bulungan di tahun 1964.
Tentunya
selain bentuk apresiasi, tidak ada salahnya saya memberikan semacam kritik atau
koreksi semampu saya mengenai tulisan tersebut. Ada beberapa poin yang saya garis bawahi,
[Pertama], dalam tulisanya disebutkan bahwa, “Tidak
diketahui pasti apakah Datuk Mancang sudah memeluk agama Islam atau belum.
Namun yang jelas, beberapa penguasa Kerajaan Bulungan setelah Datuk Mancang
memakai nama yang cendrung bernuansa Hindu (dengan istilah Sanskerta). Baru
pada pertengahan abad ke-18, pemimpin Bulungan memakai gelar Sultan yang
menandakan bahwa Bulungan telah berubah menjadi kerajaan bercorak Islam (Hal.
282)
Datuk Mancang
datang ke wilayah,- yang kemudian hari dikenal sebagai Kesultanan Bulungan
pada abad ke-18,- berasal dari Brunei Darussalam. Dalam catatan sejarah Bulungan sendiri Datuk
Mancang digambarkan bukanlah seorang tokoh biasa, melainkan bangsawan yang
pindah dari Brunei dan mencari lokasi mukim baru, ia juga tidak datang
sendirian, melainkan membawa sekitar 100 orang prajurid dan dua orang pengawal
penting, yakni seorang panglima dan penasihat agama atau ulama. Bila kita
mencoba membandingkan masa kedatangan Datuk Mancang yang disepakati mulai
memimpin pada tahun 1555 hingga 1594, maka kita akan menemukan fakta menarik
bahwa diera tersebut pada tahun 1555, bersamaan dengan berkuasanya Sultan
Brunei ke-7 yakni Sultan Saiful Rijal
(naik tahta tahun 1533 dan wafat tahun 1581), bila dihitung pada tahun
datangnya Datuk Mancang untuk bermukim, maka bertepatan dengan 22 tahun setelah
baginda naik tahta, jadi dapat disimpulkan bahwa Datuk Mancang adalah seorang
Muslim. Memang benar bahwa beliau menggunakan gelar Kesatria Wira dan kemudian
gelar Wira itu diikuti oleh para penerusnya, namun tidak berarti mereka bukan
Islam. Wira atau kurang lebih Pahlawan adalah gelar yang umumnya digunakan
pula oleh Kesultanan-Kesultanan Melayu untuk seseorang yang berkecimpung di
bidang militer baik itu panglima maupun Laksamananya. Contoh Hang Tuah dianggap
Wira dalam Kesultanan Melaka, apakah gelar itu otomatis membuat Ia dikatakan
bukan muslim? Hal yang sama berlaku pada kasus Datuk Mancang ini.
[Kedua], dalam tulisan tersebut disebutkan pula bahwa, “Bulungan
berubah menjadi kerajaan bercorak islam pada masa pemerintahan Wira Amir.
Keturunan dari Singa Laut ini sebenarnya menjadi pemimpin Bulungan sejak tahun
1731, namun ia baru memeluk agama Islam pada tahun 1777 dan berganti nama
menjadi Aji Muhammad. Sejak saat itu lahirlah Kesultanan Bulungan dan Wira Amir
atau Aji Muhammad menyandang gelar sebagai Sultan Amiril Mukminin bertahta
sampai tahun 1817 atau ketika umurnya sudah mencapai 86 tahun (Hal. 283)
Saya kira ada
beberapa hal yang layak dikoreksi dalam catatan yang telah diketengahkan oleh penulis
Faisal A.G. tersebut
Kesultanan
Bulungan memang diproklamirkan atau didirikan oleh Wira Amir yang kemudian
dikenal sebagai Amiril Mukminin. Wira Amir adalah nama sebenarnya dari tokoh
bersejarah tersebut, ada versi lain yang menyebutnya dengan nama Miril dan beliau sudah
muslim sebelum Kesultanan Bulungan berdiri, sebab masyarakat Muslim sudah ada
sebelumnya. Nama “Amir” sudah
menegaskan hal tersebut. Jadi masyarakat muslim sudah terbentuk di Bulungan
pada periode yang disebut Periode Wira itu, yang berlangsung antara tahun 1555
hingga 1731 sudah ada pemeluk Islam diwilayah Bulungan.
Gelar Amiril
Mukminin sendiri diberikan oleh Sayyid
Abdurrahman Bilfaqih, ulama yang kemudian hari datang ke Bulungan untuk
berdakwah pada masyarakat yang dipimpin oleh Wira Amir sekaligus meneguhkan
posisinya sebagai Sultan Bulungan yang pertama, dikarenakan pemerintahan pada
masa itu hanya berupa pemerintahan kepala kampung saja. Perlu dingatpula tak
jauh dari wilayah Bulungan sudah ada ada Kerajaan Kuno Berau berdiri disekitar
Sungai Segah, sehingga dapat dipahami pemimpin sebelum Wira Amir belum cukup
kuat untuk bersaing secara militer dan politik dengan kerajaan Kuno itu. Kerajaan Tua
inipun di awal abad ke-18 mengalami perpecahan menjadi dua Kesultanan Baru yang
bernama Gunung Tabur dan Sambaliung.
Ada sedikit
kekeliruan pula pada tulisan tersebut, Wira Amir dan Aji Muhammad digambarkan
sebagai orang yang sama. Nama Aji Muhammad dalam sejarah Kesultanan Bulungan
tidak merujuk pada Wira Amir melainkan pada nama penerusnya yakni Sultan
Muhammad Kaharuddin yang naik tahta pertama kali pada tahun 1817 sebagai Sultan
Bulungan yang ke-3 beliau dikenal pula dengan nama Simad, sebelumnya pada tahun
1777 putra Sultan Amiril Mukminin, yakni Aji Ali atau yang yang lebih dikenal
dengan nama Sultan Alimuddin bertahta menjadi Sultan Bulungan yang ke-2. Jadi
memang ada sedikit kesalahpahaman mengenai tokoh Wira Amir yang ditulis oleh
beliau tersebut. Sebelum Aji Muhammad naik tahta, ayahandanya Aji Ali atau Sultan Alimuddinlah yang meneruskan kepemimpinan pasca Sultan Amiril Mukminin.
[Ketiga], ini ulasan agak panjang, “Kesultanan Bulungan tidak terlalu kuat
sehingga akhirnya ditaklukan oleh Kesultanan Berau yang berpusat di Kalimantan
Timur. Setelah itu wilayahnya Bulungan diambil alih oleh Kesultanan Sulu di
Filipina. Situasi ini berlangsung sampai kedatangan Belanda Ke Kalimantan
bagian utara.
Kehadiran Belanda di Kalimantan yang berlanjut dengan penaklukan
kerajaan-kerajaan lokal yang ada dipulau tersebut ternyata sampai juga ke
wilayah Bulungan. Pada tahun 1850 Belanda menjalin perjanjian dengan Kesultanan
Bulungan yang saat itu sebenarnya menjadi wilayah penaklukan Kesultanan Sulu.
Perjanjian atau kontrak politik antara Belanda dengan Kesultanan
Bulungan tersebut ditandatangani oleh Sultan Muhammad Alimuddin Amirul
Mukminin Kaharuddin (1817-1861) yang merupakan penerus Sultan Amirul
Mukminin. Disisi lain Kesultanan Sulu tidak mampu berbuat apa-apa karena sedang
terlibat pertikaian dengan orang-orang Spanyol yang datang ke Filipina.
Belanda ternyata berhasil menancapkan pengaruhnya di Bulungan pada tahun
1853. Situasi ini lama-kelamaan mengusik Spanyol yang merasa bahwa Bulungan
masih menjadi milik Kesultanan Sulu, sementara Sulu sudah tunduk kepada
Spanyol. Kemudian diadakan kesepakatan antara Belanda dengan Spanyol 1878.
Maka disepakatilah bahwa Spanyol harus melepaskan klaimnya atas Borneo (Kalimantan)
termasuk wilayah Kesultanan Bulungan dan penguasaanya atas wilayah Filipina
serta kepulauan Sulu tidak akan diusik oleh Belanda. Dengan demikian Kesultanan
Bulungan kini diduduki oleh Belanda dan dimasukan kewilayah pemerintah Kolonial
Belanda yang berlangsung hingga kedatangan Jepang pada tahun 1942.
Ada beberapa
poin menarik bagi saya yang dapat kita ulas dalam tulisan Faisal A.G mengenai
Bulungan pada tulisan tersebut
[A] sejarah hubungan Kesultanan Sulu dan wilayah Bulungan sudah terjalin cukup lama, dalam beberapa perkembangan ia menjadi hubungan “Sekutu” sekaligus “Seteru”. Seperti yang saya sebutkan tadi dalam sejarah Bulungan, khususnya Pra Kesultanan atau di era Wira pernah terjadi pernikahan antara putri Datuk Mancang dengan seorang bangsawan Sulu bernama Singa Laut. Keturunan Singa Laut inilah yang kemudian melanjutkan kepemimpinan hingga Kesultanan Bulungan dibentuk pada tahun 1731 oleh Wira Amir atau Amiril Mukminin bertujuan untuk menghindari atau menahan serangan orang-orang Sulu terjadi pada masa-masa itu. Pernikahan politik ini membentuk aliansi kekuatan antara orang-orang Bulungan dan orang-orang Sulu. Namun perkembangannya pula khususnya selepas Kesultanan Bulungan didirikan, banyak aktifitas Sulu yang terjadi dikawasan sekitar Kesultanan Bulungan yang cendrung merugikan, ini tak lain karena sebagian besar pundi-pundi keuangan Kesultanan Sulu didapati dari penjualan Budak. Orang-orang Sulu berburu dan berjualan budak hingga kawasan pantai utara dan timur Kalimantan khususnya diera perniagaan abad 18 hingga 19 Masehi.
Pecahnya konflik
Bulungan-Sulu menyebabkan munculnya ekspedisi milter yang dilakukan oleh
Kesultanan Bulungan untuk mendesak orang-orang Sulu dan kerabat dekat mereka
orang Iranun untuk menjauhi wilayah Kesultanan Bulungan, diantaranya ekspedisi
yang pernah dilakukan dimasa Sultan Alimuddin yang komando pelaksananya diambil
langsung oleh putra beliau Laksamana Ni’I menyerang posisi orang Sulu atau Solok dalam bahasa Bulungan, yang
berpangkalan di Tawau, kota itu akhirnya jatuh ketangan Bulungan. Lebih tua
lagi cerita konflik Bulungan-Sulu terjadi diera Sultan Amiril Mukminin,
dikisahkan bahwa perahu-perahu Solok yang kemungkinan besarnya adalah ekpedisi perburuan budak, dihancurkan oleh Bulungan ketika mereka mencoba
memasuki Salimbatu, akibat peristiwa itupula yang menjadi satu dari sekian
alasan Sultan Alimuddin memindahkan ibu kota dari Salimbatu ke wilayah dalam
(Tanjung Palas) untuk faktor pertahanan dan keamanan.
Dalam catatan
sejarah Bulungan tidak pernah pula ditemui bahwa Bulungan ditaklukan oleh Sulu,
dari Ibu Kota Pemerintahan masih di Salimbatu hingga dipindahkan ke Tanjung
Palas, dan dilaksanakannya perjanjian awal dengan Belanda di tahun 1850,
Pasukan Kesultanan Sulu sama sekali tidak pernah menaklukan Ibu Kota Kesultanan Bulungan. Hal
inipun berlaku pula pada salah satu Kesultanan pecahan kerajaan Berau Kuno yang
mencoba menaklukan Bulungan, namun niat itu tidak pernah kesampaian.
[B] Kesultanan Sulu bukanlah kekuatan tunggal di wilayah
selatan Filipina dimasa itu, ada kerajaan lain semisal Kesultanan Maguindanou dan konfederasi Kesultanan di Lanou yang terdiri dari 4 kerajaan merdeka yakni Unayan, Masiu, Bayabou dan Baloi, serta kekuatan orang Iranun dan Balanguingui yang
menjadi saingan sekaligus sekutu Sulu. Kesultanan Sulu berkedudukan di Pulau
Jolo, sampai kedatangan Amerika, tidak pernah benar-benar dapat ditaklukan oleh Spanyol. Buktinya
budaya dan bahasa Sulu tidak pernah “terspanyolkan” seperti tetangga mereka di
utara. Bahkan ketika Jolo dihancurkan oleh Spanyol ditahun 1876, Orang-orang Sulu memindahkan pusat ibu kota ke Maimbung dan memulai bisnis baru yaitu perniagaan permata.
Kesultanan Sulu
memang pernah mencapai kejayaan mereka khususnya ketika Brunei menyerahkan
sebagian wilayah Sabah kepada Kesultanan Sulu, setelah itu wilayah itu diambil
alih oleh Inggris dan dikemudian hari terjadi perbicaraan tapal batas antara
Belanda Inggris, yang membagi wilayah perbatasan antara Sabah dan wilayah
Kesultanan Bulungan yang baru selesai pada masa Sultan Azimuddin. Mengenai perjanjian
Spanyol-Belanda atas Bulungan adalah hal baru bagi saya mengetahuinya,
sayangnya penulis Faisal A.G tidak mencantumkan seperti apa perjanjian antara
Belanda-Spanyol tersebut yang terjadi pada tahun 1879 tersebut.
[C] Perjanjian Bulungan-Belanda yang jadi ditahun 1850,
berlaku ketika Bulungan dibawah pemerintahan Aji Muhammad atau Sultan
Kaharuddin Pertama, sedang penulis Faisal A.G mengatakan bahwa perjanjian
tersebut dilakukan oleh Sultan Muhammad Alimuddin Amirul Mukminin Kaharuddin,
mungkin penulis merujuk kepada Sultan Kaharuddin Pertama, namun dalam literature
Kesultanan Bulungan nama Sultan Muhammad Alimuddin Amirul Mukminin Kaharuddin
tidak ada, sehingga ada sedikit kerancuan dalam hal tersebut.
[D] dalam daftar nama Sultan Bulungan yang dinukilkan
oleh penulis Faisal A.G, ada beberapa kesalahan yang cukup fatal. Misalnya Wira
Amir (1731-1777) dan Aji Muhammad digambarkan sebagai orang yang sama, padahal
kedua sosok ini berbeda. Selain itu dalam daftar nama tersebut tidak pula
dicantukan nama Sultan Ahmad Sulaiman.
Dalam keterbatasan saya, semoga tulisan saya ini bisa menjadi bahan perbaikan serta dapat didiskusikan. Dan apa bila ada hal yang perlu dikoreksi ulang, kritik para pembaca yang budiman sangat diharapkan. By M. Zarkasyi.
Note
#. Sejarah Perbudakan di Dunia Muslim (https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wiki/History_of_slavery_in_the_Muslim_world&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp&prev=search)
#.Kesultanan Sulu (https://translate.google.com/translate?u=https://en.wikipedia.org/wiki/Sultanate_of_Sulu&hl=id&sl=en&tl=id&client=srp&prev=search)
No comments:
Post a Comment
bulungan