Sejarah bukan hanya terdiri dari rangkaian tahun alias “Jaartallen” untuk dihapalkan, tetapi yang dirasakan hidup dan bermakna untuk kehidupan sekarang. Sejarah bukan barang “kering” semata-mata, melainkan suatu realitas yang terus bergerak dan layak dipahami dengan baik. (Rosihan Anwar).
Sunday, June 27, 2010
Arsitektur dan ukiran Suku Bulungan
(Museum Kesultanan Bulungan)
Bicara tentang Bulungan, menurut saya tentunya juga tidak lepas dengan sejarah dan budayanya. ngomong-ngomong soal budaya Bulungan, khususnya kebudayaan suku bulungan, sebagai pemerhati, walaupun bukan terlahir sebagai laki-laki berdarah suku asli Bulungan, sejujurnya saya khawatir dengan kondisi yang ada pada saat ini, bisa dikatakan kebudayaan bulungan sedang dalam kondisi yang cukup memprihatinkan, dan tidak menutup kemungkinan dua generasi setelah kita akan masuk dalam "black age" tentang informasi kebudayaan Bulungan, khususnya tentang "arsitektur dasar rumah Bulungan dan ukirannya" ya mungkin ada teman-teman ada yang tidak setuju dengan pendapat saya, tapi kalo kita mencoba berfikir jernih kita akan akan menemukan kekhawatiran yang sama.
(bentuk ukiran Bulungan yang terdapat di rumah tradisional Bulungan, Tanjung Palas)
cukup lama juga saya menjadi pemerhati sejarah dan budaya bulungan, khususnya mengenai rumah tradisional dan ukiran bulungan di Tanjung Palas, sayangnya harus kita akui hanya ada beberapa situs saja yang masih orisinil yang bisa ditemui dan itupun bisa di hitung jari.
Dari beberapa yang ada , beberapa yang menurut saya benar-benar mewakili "wajah" arsitektur Bulungan yang sebenarnya yaitu mesjid Jami' Kasimuddin, Rumah tradisional bulungan yang saat ini ditempati oleh Datuk Krama sekeluarga, dan satu buah rumah yang dulunya digunakan sebagai tempat penyambutan tamu zaman kesultanan tempu dulu, dua yang terakhir ini nasibnya kurang beruntung karena kurang mendapat perhatian serius dari PEMDA Bulungan, padahal dari dua situs akhir ini, punya nilai sejarah yang sangat tinggi.
(ukiran bulungan, karya haji Muhammad Thoib)
Minimal ada usaha untuk mendokumentasikan arsitektur rumah-rumah tersebut, begitu pula situs lainnya, agar anak-anak bulungan memahami keberadaannya sebagai hasil kebudayaan asli bulungan, di banjarmasin, dulunya ikatan arsitek muda KAL-SEL sekitar tahun 70/80-an pernah melakukan penelitian dan berhasil melakukan dokumentasi 8 bentuk rumah adat Banjar seperti, Bubungan Tinggi, Gajah Beliku, Gajah Menyusu,Palimbangan, dll yang kemudian menjadi dasar pemerintah KAL-SEL melakukan ketentuan bahwa "setiap kantor pemerintah Prov dan daerah harus mengacu pada arsitektur adat Banjar", dari hal terkecil ini, dari sebuah buku, karena kecintaan mereka terhadap warisan budayanya yang hampir saja tenggelam, mereka berhasil mempertahankan warisan asli arsitektur banjar, itu bisa dilihat di Kantor Dewan KAL-SEL, Rumah sakit ulin, gedung Suriyansyah dll. pertanyaannya bagaimana dengan bulungan?
(versi lain dari ukiran bulungan, karya Datu Aziz Saleh Mansyur, DASMAN)
Sekedar saran buat pemerintah sekalian anggota dewan, juga temen2, kalo bisa ada semacam ketentuan daerah yang menegaskan bahwa bangunan-bangunan penting pemerintahan untuk mengadopsi arsitektur dan ukiran bulungan, minimal pada wilyah inti budayaan bulungan di Tanjung Palas. paling tidak kita bisa menjaga warisan budaya jangan sampai punah.
oya satu lagi, kalo berbicara tentang arsitektur, kita juga berbicara tentang ukiran bulungan, orang-orang bulungan sejak ratusan tahun lalu sudah mengembangkan model arsitektur yang berbeda dari "sepupu jauh" mereka yaitu orang Kayan, Kenyah dan Tidung. pola dan corak pada ukiran bulungan sangat khas dan orisnil karya ulun Bulungan.
ada yang mengatakan pola ukiran bulungan sangat kental dengan nuansa islam, karena merupakan bagian dari pengembangan ukiran Brunai yang dibawa oleh Datuk Mancang ratusan tahun silam, sayangnya sejauh ini saya belum dapat memastikan 100 % asumsi tersebut
lepas dari itu, saya hanya ingin memberi saran, kawan-kawan khususnya untuk anak-anak bulungan , sejak dinilah penggalian warisan budaya di galakkan jangan sampai hilang dimakan waktu. patut disayangkan jikalau warisan budaya bulungan ya terutama arsitektur dan ukirannya tidak kita kenal, memang tidak mudah apa lagi Maestro ukirnya sudah banyak yang meninggal dan tidak banyak banyak generasi beliau yang melanjutkan, kenapa kita tak mulai dari sekarang, lebih baik terlambat dari pada tidak sama sekali.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
apa yg dlkukn Datu mansyur slma jd pemangku kesultanan sementra..
ReplyDeletekrna mnurt saya kurang lengkp rasanya ksh dr pra raja2 bulungn klu ksh pemangku nda' dimuatkan.