Dalam salah satu episode sejarah Bulungan, era dimasa
kesultanan Bulungan mulai beralih secara penuh dibawah kontrol Pemerintaha
Republik Indonesia ketika Status daerah istimewa Kesultanan Bulungan diubah
menjadi daerah tingkat II Kabupaten Bulungan, ditandai dengan peristiwa
pemindahan pusat pemerintahan dari Tanjung palas ke wilayah seberang yakni
Tanjung Selor oleh pak Andi Tjatjo yang dikenal dikemudian hari sebagai Bupati
Bulungan yang pertama.
Cerita menarik mengenai peristiwa tersebut di
gambarkan oleh M. Said Karim,
“Perkembangan selanjutnya sesuai
dengan Undang-undang No.27, tahun 1959, Daerah Istimewa Bulungan menjadi
pemerintahan Kabupaten. Bupatinya yang pertama terpilih dari Andi Tjatjo gelar
Datuk Wihardja. Beliau dilantik pada 12 Oktober 1960 di Tanjung Selor oleh
Gubernur Kalimantan Timur Aji Pangeran Temenggung Pranoto. Perlu saya sisipkan
cerita pada waktu itu belum ada hotel tempat tamu menginap. Rombongan Samarinda
tidur di kapal. Peristiwa tadi dijadikan tanggal peringatan hari ulang tahun Bulungan
dengan istilah Birau Bulungan”.*
Kembali ke pertanyaan awal, apakah kita dimasa
sekarang masih bisa melihat Situs-situs peninggalan era Bupati lama di Tanjung
Selor? Sayangnya untuk sekian kalinya, periode pemerintahan kabupaten Bulungan khususnya era 60 an hingga
70an, dapat dikatakan hampir hilang sepenuhnya**. Pada tahun 70an seperti yang
diketahui, kantor Bupati pertama Kabupaten Bulungan mengalami peristiwa
kebakaran sehingga banyak data dan foto penting yang mewakili era itu hilang
dimakan api. Itu belum termasuk tidak terdokumentasi dan tidak terdatanya
situs-situs kantor pemerintahan dan Dewan Perwakilan Rakyat serta rumah jabatan
bupati yang kita ketahui, sebelum kota Tanjung Selor diperluas dan kantor
pemerintahan dipindah di Jl. Kol. Soetadji.
Salah satu peninggalan yang dapat dikatakan cukup utuh
mewakili era tersebut adalah bangunan rumah jabatan Bupati Bulungan yang
pertama, dikemudian hari berubah fungsi menjadi Penginapan seperti kondisinya
saat ini, justru karena hal itulah bangunan tersebut masih dapat berdiri kokoh
untuk menandai era sejarah awal pemerintahan Kabupaten Bulungan. Bangunan
dikenal sebagai Hotel Assoy yang posisinya berhadapan dengan pelabuhan Tanjung
Selor, dulu sekali di pertigaan jalan didekat bangunan tersebut terdapat sebuah
monumen patung berbentuk singa yang kemudian dibongkar dan diganti lampu jalan***.
Saya beruntung dapat menggali informasi mengenai
bangunan tersebut dari penduduk setempat yang yang menjadi saksi hidup
keberadaan rumah jabatan Bupati Bulungan pertama itu. Pak Raden -umur 77 tahun,- biasa beliau dipanggil
dengan nama tersebut, sehari-hari bekerja sebagai pengemudi perahu tambang Tanjung
Palas-Tanjung Selor, beliau mengisahkan;
“Rumah
itu dulu milik Pak Andi Caco waktu itu menjabat sebagai Bupati Daerah Tingkat
II Bulungan, disebelahnya Rumah saudara beliau Andi Saleh yang waktu itu jadi
wedana Tanjung Selor, kantor Bupati ada di di kantor BRI sekarang ini sedangkan
kantor Wedana ada di lapangan Volly itu, setelah Andi Caco tidak lagi menjabat,
rumah itu dijual kepada pengusaha Cina (Tionghoa) namanya Naming, setelah itu
di urus lagi sama saudaranya namanya Muming jadilah hotel Assoy sekarang ini,
lalu rumah Andi Saleh juga dijual, sekarang jadi warung kopi”****
Sayangnya narasumber tidak mengetahui bahwa apakah
rumah tersebut sudah ada sebelumnya atau dibangun ketika Pak Andi Tjajo awal
bertugas sebagai Kepala Daerah Tingkat II Bulungan. Namun apabila menurut
informasi mengenai pemindahan pusat pemerintahan dan lokasi rumah itu saat ini,
kuat dugaan bahwa rumah tersebut sudah ada jauh sebelum Andi Tjatjo bertugas
sebagai kepala daerah tingkat II Bulungan.
Mengapa ada asumsi seperti itu? Yang pertama ketika
Dr. Soemarno Satroatmodjo dijemput di pelabuhan Tanjung Selor, ada pejabat
wakil pemerintah Belanda yang datang secara langsung menghadiri kedatangan
beliau saat itu, yaitu Asisten Residen Brekland dan istri. Seperti yang
diketahui Dr. Soemarno dan istri tidak menetap di rumah tersebut melainkan
dirumah yang berada tak jauh dari lokasi rumah sakit, tepatnya didepan kantor
pos lama Tanjung Selor, artinya Asisten Residen Breekland dan keluargalah yang
kemungkinan besar menempati rumah tersebut mengingat lokasinya yang sangat
dekat dengan pelabuhan.
Kedua, ketika Pak Andi Tjatjo diangkat sebagai Bupati
tingkat II Bulungan, periode perpindahan dari Tanjung Palas ke Tanjung Selor
terlalu dekat, sebagaimana kita tahu, ketika Sultan Mualana Muhammad
Djallaluddin wafat 1958 dan pemerintah Republik Indonesia menetapkan perubahan
status Bulungan yang Sk-nya baru keluar tahun 1959, pusat pemerintahan masih di
Tanjung Palas dan berlangsung di Istana tingkat dua tersebut, sehingga apabila
memindahkan pusat pemerintahan dan ditugaskan sejak 12 oktober 1960, maka
perangkat pendukung pemerintahan sudah harus siap, dalam waktu yang sempit itu
tidak mungkin dapat membangun gedung pemerintahan dan rumah dinas pada masa itu
yang sudah siap pakai, kecuali perangkat pendukung pemerintahan berupa bangunan
dan rumah tersebut sudah berdiri sebelumnya, artinya di zaman Kolonial Belanda,
bangunan tersebut sudah ada. Tentang posisi rumah tersebut yang lokasinya bersebelahan
dengan Rumah Sakit pertama Tanjung Selor, menguatkan pandangan tersebut. Sebab
baik sekolah SMP negeri Tanjung Selor yang pertama (Dahulu
bangunan itu digunakan sebagai Sekolah Rendah Kelas II tahun 1908) dan rumah sakit tersebut dibangun di
era belanda, begitupula dengan lokasi bangunan yang tak jauh darinya merupakan
bangunan-bangunan lama yang masih bersambung dengan wilayah kampung Arab lama.
Demikianlah catatan penulis mengenai Situs bangunan bersejarah era Bupati
tingkat II Bulungan yang pertama, semoga bermanfaat. []
Note
*Pak Andi Tjatjo menjabat sebagai Bupati Bulungan pada periode 1960-1963,
dikemudian hari posisi beliau digantikan oleh Pak Damus Frans yang pada masa
Daerah Istimewa Bulungan sempat menjabat sebagai Anggota Dewan rakyat
Perwakilan Sementara dari Persatuan Pegawai Pemerintah Cabang Malinau.
M. Said Karim. 2011. Hal. 51
**Kisah mengenai hal tersebut, pernah diangkat dan
dibahas dalam artikel berjudul “Saksi
bisu dibalik hari jadi Bulungan” Sumber Liputan6.com pada 15 Oktober 2018,
pukul 12:31 WIB, hanya saja dalam artikel tersebut membahas mengenai rumah lama
yang dahulu sempat dihuni oleh Dr. Soemarno Sastroatmodjo dan Pak
Damus Frans.
***Sultan Kasimuddin dalam kunjungannya di Belanda
tahun 1923, pernah menghadiahkan monumen Singa kepada Ratu Wihekmina yang terbuat dari logam, didesain oleh
Frans Werner dan dibuat oleh pabrikan Art Bronze And Metal Foundry “De Kroon” (Haarlemsche
Edelsmederij). Ada kemungkinan yang dibuat di Tanjung Selor tersebut adalah
tiruannya.
****Wawancara dengan Pak Raden, 77 th, tanggal 18 Oktober 2019, Sore.
Saya cucunya alm.Andi Tjatjo'....
ReplyDelete