Thursday, October 10, 2019

Menurutmu seperti apa peran Salimbatu, sebagai wilayah yang pernah menjadi ibu kota Kesultanan Bulungan?

Ilustrasi Salimbatu zaman dulu

Saya sejujurnya penasaran mengenai hal tersebut, seperti yang kita tahu dalam sejarah banyak sekali kerajaan dan Kesultanan yang pernah memindahkan ibu kota kerajaan dari satu wilayah ke wilayah lainnya karena berbagai alasan, entah karena faktor ekonomi maupun karena faktor pertahanan dan keamanan, bisa pula karena faktor lainnya. Dan baru-baru ini pertama kali dalam sejarah, Republik Indonesia juga memindahkan Ibukota dari Jakarta ke Penajam Paser Utara.

Demikian pula dalam sejarah Kesultanan Bulungan, sebelum Tanjung palas menjadi Ibu kota, tempat kedudukan Sultan bertahta, Bulungan sejak era Kesatria Wira, sudah pernah memindahkan pusat pemerintahannya.

Kembali ke pertanyaan awal, bagaimana sebenarnya kedudukan strategis wilayah Salimbatu ini dalam sejarah dimasa-masa awal Kesultanan Bulungan, apakah wilayah ini memang secara kebetulan saja dipilih atau mungkin ada alasan lain yang tak banyak banyak disinggung dalam sejarah Bulungan itu sendiri, dan misteri apa yang masih belum dapat dijelaskan mengenai Salimbatu sampai hari ini.

Tentu saja dalam hal ini saya mencoba menggali sejarah Salimbatu itu sendiri, namun dengan batasan waktu hingga ketika pusat pemerintahan dipindahkan ke Tanjung Palas.

Dari banyak literatur Bulungan yang penulis baca, dipindahkannya pusat pemerintahan dari Salimbatu ke Tanjung Palas Ulu, hanya disinggung selintas saja, baik dari karya tulis yang diterbitkan oleh Pemerintah Kabupaten Bulungan, maupun yang ditulis oleh kerabat dan keluarga Kesultanan Bulungan seperti karya Datuk Perdana*, H.S Ali Amin Bilfaqih (2006)** dan lain sebagainya.  

Salimbatu digambarkan sebagai pusat lumbung pangan Kesultanan, wilayah ini disiapkan sebagai kawasan penyangga sebelum masuk ke wilayah Ibu kota, hanya itu saja gambaran besar peran strategisnya.

Jika kita mencoba merunut peristiwa sebelum pemindahan pusat pemerintahan dari Salimbatu ke Tanjung Palas, ada baiknya kita mencoba melihat peristiwa sebelumnya yang nampaknya bisa jadi memberikan penafsiran lain yang jarang dibahas mengenai kedudukan Salimbatu dalam sejarah Bulungan itu sendiri.

Dalam Tarikh resmi, yang diakui oleh mayoritas penulis sejarah Bulungan, bahwa pendiri Kesultanan ini dimulai dimasa pemerintahan Sultan Amiril Mukminin, putra dari Wira Digedung tahun 1731 Masehi. Beliau kemudian memerintah untuk memindahkan pusat pemerintahan dari Baratan ke Salimbatu, untuk apa baginda melakukan hal tersebut?

Dalam tulisannya, H. Dachlansyahrani (1991)*** maupun M. Said Karim (2011)**** memberikan ulasan singkat namun cukup padat mengenai peristiwa tersebut;

“Sultan ini berpikiran jauh kedepan di dalam mengembangkan pengaruhnya. Dengan memperhatikan letak pusat kerajaan di Baratan yang agak kepedalaman, kemudian ditakutkan lagi pengaruh Raja Tidung diwilayah pantai, walaupun Raja Tidung ini adalah ipar dari Sultan, karena saudaranya Sinaran Bulan (Putri Raja Wira Digedung) kawin dengan Raja Tidung, maka memperhatikan pula hubungan lebih mudah dengan perwakilan Kerajaan Berau di Tanah Kuning, maka Sultan Amiril Mukminin memindahkan pusat pemerintahan kerajaan ke daerah Muara- di Salimbatu,- pada tahun 1769.

Daerah sekitar Salimbatu lebih banyak dataran rendah yang cocok untuk pertanian dan usaha-usaha perikanan dan perdagangan. Sehingga dalam waktu yang tidak lama, Salimbatu sudah berkembang pesat sekali, malah diramaikan lagi oleh Orang-orang Tidung yang ikut bermukim dan berusaha disini”.

Jika kita membaca pandangan H. Dahlansyahrani mengenai peristiwa pemindahan ibu kota dari Baratan ke Salimbatu, ada beberapa factor mengapa kawasan daratan rendah di muara ini menjadi penting bagi pemerintahan awal kesultanan Bulungan,

Yang pertama adalah faktor Politik, Sultan Amiril Mukminin memiliki pandangan dan ambisi politik yang kuat, baginya kawasan Baratan di pedalaman tidak cukup besar untuk mewujudkan cita-citanya menjadikan Kesultanan Bulungan disegani dikawasan, ia menginginkan tempat lain sebagai pijakan politik strategis, maka Salimbatu dipilih untuk memanggul beban dari visi tersebut. Karena kedudukan pemerintahan di Salimbatau, maka Kesultanan Bulungan memiliki akses penuh membangun kekuatan politik dengan relasi tetangganya seperti Tidung dan khususnya lagi dengan wakil Berau di Tanah kuning.

Kedua, akses Ekonomi penguasaan terhadap muara memungkinkan ketersedian sumber pangan bagi kesultanan, baik dari segi perikanan maupun pertanian, daerah subur dialiran sungai besar tersebut, dapat mencukupi ketersedian makanan bagi masyarakat Kesultanan yang tumbuh diawal Abad ke-18 tersebut.

Penafsiran H. Dahlansyahrani tentang kedudukan strategis Salimbatu dimasa awal Kesultanan sepertinya selaras dengan pandangan M. Said Karim, ia menulis;

“Pada tahun 1769***** beliau memindahkan pusat pemerintahan kerajaan ke Salimbatu, agar mudah berhubungan dengan Kerajaan Tidung dan Kerajaan Berau. Selain itu daerah sekitarnya terhampar luas dataran rendah yang sangat luas baik untuk pertanian, usaha-usaha perdagangan dan perikananpun sangat baik di daerah ini, karena tidak jauh dari laut. Tak lama kemudian daerah ini cepat dikenal yang menyebabkan banyaklah orang-orang Tidung bermukim disini, negeri-negeri luarpun banyaklah berdagang disini. Saat inilah kerajaan Bulungan terkenal dan termasyur dimana-mana.

… “untuk mempererat hubungan dengan kerajaan Berau dikawinkanlah putra beliau yang bernama Aji Ali dengan putri Berau (Sambaliung) itu dinamai pengian Intan. Aji Ali sudah pula dikawinkannya, istri pertamanya bernama Aji Isa (dari kerajaan Tidung) dan telah mempunyai dua orang anak, yang laki-laki bernama Maulana dan perempuan bernama Aji Galu.

Dari Istri kedua, yakni Pengian Intan lahir seorang laki-laki Muhammad yang dipanggil Simad”.

…”masa-masa itu kerajaan-kerajaan yang ada didaerah ini masing-masing berdaulat, hubungan keakraban dilaksanakan dengan perkawinan antara putra-putri keturunan dari kedua kerajaan seperti dengan Berau (Sembaliung) dan dengan keturunan Tanah Tidung. Oleh karena persahabatan itu menimbulkan keadaan yang aman damai dan sejahtera”.

Terlepas dari kontroversi sejarah mengenai pandangan tentang keberadaan kerajaan-kerajaan lokal tersebut, baik H. Dahlansyahrani maupun M. Said Karim memberikan gambaran menarik tentang narasi mengenai kedudukan Salimbatu dalam sejarah awal kesultanan Bulungan itu sendiri. Kedudukan Salimbatu yang dimasa awalnya diproyeksikan sebagai Ibu Kota kerajaan seperti membentuk pola pembangunan dimasa yang akan datang mengenai tata kota Kesultanan. Umumnya dalam pola kesultanan tradisional tersebut dimana lokasi kerajaan mengikuti pola garis sungai, bisa jadi dahulu Salimbatu sebagaimana lazimnya pusat pemerintahan pernah dibangun rumah kediaman Raja, Mesjid, kawasan pekuburan, perumahan rakyat, pelabuhan dan kawasan perbentengan.

Pada tahun 1777, Sultan Amiril Mukminin mangkat di Salimbatu, kedudukan sebagai sultan digantikan oleh putranya, sayang sekali penulis belum mengetahui pasti siapa ibu dari Sultan Alimuddin tersebut. Sultan yang naik tahta pada tahun tersebut dikemudian hari memindahkan lagi pusat pemerintahan dari Salimbatu ke wilayah Hulu kembali, nampaknya peristiwa ini menjadi titik balik bagi kedudukan Salimbatu dalam sejarah Kesultanan Bulungan.

H. Dahlansyahrani menceritakan peristiwa bersejarah ini dalam tulisannya;

“Kemajuan yang diperoleh kerajaan dengan pusatnya di Salimbatu, mengundang terus para pendatang baru, sehingga areal berusaha terasa bertambah sempit. Selain itu dikhawatirkan serangan dari Solok******, maupun dari usaha penjajah Belanda yang sudah memperhatikan kerajaan ini. Dengan pertimbangan itulah Sultan Alimuddin memindahkan pusat kerajaan kepedalaman kembali. Daerah yang dipilih adalah sebelah hulu kota Tanjung Palas sekarang, kejadian ini dicatat pada tahun 1790.

Untuk menjalankan pemerintah di Salimbatu, ditunjuk Maulana bersama saudaranya, sedangkan Simad karena masih kecil ikut pindah ke Tanjung Palas. Dikota baru inilah Sultan membangun pusat pemerintahannya, tahap demi setahap hingga mencapai posisi layaknya pusat pemerintahan pada masa itu, seperti Kraton, masjid, lapangan dan rumah para bangsawan dan perumahan rakyat”.

Demikianlah pemaparan mengenai sejarah Salim Batu sebagai wilayah yang dalam perjalanan sejarahnya pernah menjadi lokasi Ibukota Kesultanan Bulungan

Sampai saat ini penulis sendiri masih bertanya-tanya tentang kedudukan Salimbatu sebagai lumbung pangan kerajaan, yaitu bagaimana kapasitas produksi beras yang dihasilkan tiap tahunnya? Bagaimana distribusi bahan pangan itu sampai ke Ibu kota, dan siapa pejabat yang menerimanya? Itu belum termasuk sampai kapan status sebagai lumbung pangan kerajaan itu disandang oleh Salimbatu?. Banyak masih mengenai sejarah khususnya mengenai Salimbatu yang penulis tak banyak ketahui, dan menjadi misteri yang rasanya layak untuk ditelusuri.

Sebelum menutup tulisan kecil ini, penulis menghaturkan mohon maaf bila ada kata atau kalimat dalam tulisan ini yang kurang berkenan dihati pembaca, Terimaksih.

Note:

Copy naskah ketikan Datuk Perdana, “Risalah Riwayat Kesultanan Bulungan th 1503 M atau th 919 H”, t.th.

** Ali Amin Bilfaqih, H. Said. 2006. “Sekilas Sejarah Kesultanan Bulungan dari Masa ke Masa”. Tarakan : CV. Eka Jaya Mandiri.

*** Dachlansjahrani, H. 1991. “Beberapa Usaha Menemukan Hari Jadi Kota Tanjung Selor”. t.th. Hal. 8-10

**** Said Karim, M. 2011. “Mutiara Abadi (Restruksi Historis pejuang – pejuang Kemerdekaan Bulungan”. Tanjung Selor. Pemkab. Bulungan. Hal. 19-21

***** Versi sejarah lainnya menyebutkan bahwa pemindahan lokasi Ibu Kota dari Baratan Ke Salimbatu dimulai diawal masa pemerintahan Amiril Mukminin ditahun 1731.

****** Solok dalam tulisan tersebut mengacu kepada sebutan umum untuk Bajak Laut Sulu.

Sumber Gambar; Pinterest

5 comments:

  1. Pak Zarkasyi saya sangat tertarik dengan tulisan sejarah Salimbatu,karena saya warga Salimbatu akan mengadakan ulangtahun Salimbatu .tentu akan menentukan ulang tahun yang ke berapa.saya kesulitan menentukan tahun awalnya kesultanan Salimbatu .apakah 1731 atau 1769 .
    Oh ya apakah tulisan sejarah ini sebaiknya dibuat dalam bentuk video animasi dengan tokoh tokoh seperti yang digambarkan dalam tulisan sejarah ini .tentu biaya nya besar dan kalau kita mau berbuat InsyaaAllah pasti ada jalan nya.

    ReplyDelete
  2. Terimakasih Pak Usman Bin Adam, karena sudah mengunjungi Blog Saya, mengenai catatan sejarah perpindahan pusat pemerintahan, saya memang merujuk pada sebagian dari tulisan Pak Dahlansyahrani dan Pak M. Said Karim karena memberikan ulasan yang cukup padat mengenai peristiwa tersebut.

    mengenai kapan lebih jelasnya apakah di tahun 1731 atau 1769,
    ada versi disampaikan oleh H. Dahlansyarani dkk pada tahun 1769, dan versi yang juga menyebutkan kurang lebih pada tahun 1731, seperti dalam tulisan Pak H.S Ali Amin Bilfaqih Misalnya. secara umum disebutkan bahwa;

    "Pada saat wira Digedung memerintah (1695-1731), pusat pemerintahan dialihkan dari Busang Arau ke Limbu Long Baju yang terletak di daerah Baratan. Wira Digedung Wafat digantikan oleh Wira Amir Gelar Amiril Mukminin (1731-1777), pusat pemerintahan dipindah dari Baratan ke Salimbatu". sayangnya saya belum tahun pasti apakah ketika awal memerintah Wira Amir langsung memindahkan pusat pemerintahan di tahun 1731 itu, atau dipertengahan masa pemerintahannya. jadi memang ada beberapa versi mengenai hal itu pak.

    ReplyDelete
  3. Semoga dpt menambah refrensi kita mengenai sejarah bulungan khususnya salimbatu.. Terima kasih atas artikelnya pak

    ReplyDelete
  4. Saya penggemar sejarah,khususnya sejarah lokal. Cukup banyak tulisan2 bapak yg menarik. Kalau ada kisah2 mengenai bangsa Belanda selama berada di Tg Selor, tentu lebih menarik lagi pak. Terus berkarya pak

    ReplyDelete
  5. Alhamdulillah, Terima kasih. Mohon izin share ya

    ReplyDelete

bulungan