Tugu Kesultanan Bulungan |
Untuk memahami mengapa terdapat angka ‘50’ yang
terpahat pada salah satu tugu Kesultanan Bulungan tentu tidak lepas dari
konteks sejarah yang melingkupinya.
Penulis mencoba untuk menafsirkan hal
tersebut dengan mencoba melihat kaitan-kaitan sejarah Kesultanan Bulungan
khususnya dalam periode paska pengibaran Bendera Pusaka Merah Putih di Istana
kesultanan pada Agustus tahun 1949.
Jika angka ‘50’ pada monument tersebut merujuk pada
tahun 1950, maka jika membuka lagi sejarah Kesultanan Bulungan dan
hubungkaitnya dengan peristiwa sezaman, kita akan menemukan sejumlah fakta
menarik, yang bisa saja mewakili arti dari symbol tersebut.
1). Tahun 1950, adalah terhitung satu tahun sejak
Kesultanan Bulungan secara utuh bergabung dengan NKRI setelah proses pengibaran
Bendera Merah Putih pemberian seorang Perwira Jepang bernama Kumatsu yang
memiliki simpati terhadap perjuangan kemerdekaan Indonesia, ia pula yang
mengabarkan kepada Sultan Djalaluddin dan Datuk Bendahara Paduka Radja, bahwa
di tahun 1945 negara baru bernama Indonesia sudah memproklamirkan
kemerdekaannya. Menurut catatan dari keterangan foto yang berasal dari tulisan M. Said Karim* terdapat keterangan pada bagian depan tugu tersebut dipahat teks Pancasila dan dibagian belakangnya disertakan pahatan teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, artinya ada kemungkinan besar tugu tersebut
merupakan sebuah peringatan sekaligus tanda bahwa Bulungan adalah bagian tidak
terpisahkan dari Negara Republik Indonesia.
2). Tahun 1950, berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat, dalam hal ini Presiden Sukarno No.127 tahun 1950 pada tarikh 24 Maret 1950, wilayah Kalimantan Timur resmi bergabung menjadi bagian NKRI sekaligus menandai bubarnya Swapraja Federasi Kalimantan Timur yang terdiri dari Kesultanan Kutai, Berau, daerah Pasir dan Kesultanan Bulungan.
2). Tahun 1950, berdasarkan keputusan Presiden Republik Indonesia Serikat, dalam hal ini Presiden Sukarno No.127 tahun 1950 pada tarikh 24 Maret 1950, wilayah Kalimantan Timur resmi bergabung menjadi bagian NKRI sekaligus menandai bubarnya Swapraja Federasi Kalimantan Timur yang terdiri dari Kesultanan Kutai, Berau, daerah Pasir dan Kesultanan Bulungan.
3). Tahun 1950, adalah tahun pertama pemerintah
Republik Indonesia melalui Presiden Sukarno* mengutus utusan istimewa diwilayah
Kesultanan Bulungan, yakni kunjungan Wakil Presiden Mohammad Hatta yang membawa misi
mengunjungi Tarakan dan Nunukan pada tahun tersebut, dan diwaktu bersamaan juga
mengutus Datuk Madjo Urang ke Istana Kesultanan Bulungan sebagai wakil resmi Negara
untuk bertemu dengan Sultan Maulana Muhammad Djalaluddin dan para mentrinya.
4). Tahun 1950, berdasarkan SK Gubernur Kalimantan
No.186/ORB/92/14 bertanggal 14 Agustus 1950, dan dengan disahkannya
Undang-undang Darurat Nomor 3/1953 oleh pemerintah Republik Indonesia, wilayah
Kesultanan Bulungan secara resmi menjadi Daerah Istimewa Bulungan dengan Sultan
Maulana Muhammad Djalaluddin sebagai Kepala Daerah Istimewa hingga tahun 1958.**
Demikian hal hasil penelusuran penulis yang meyakini
bahwa, symbol angka ‘50’ tersebut, memiliki arti yang istimewa bagi Kesultanan
Bulungan secara khusus, maupun bagi Negara kesatuan Republik Indonesia secara
umumnya. Semoga tulisan kecil ini dapat bermanfaat.[]
Note
*) Monumen tersebut menurut pak M. Said Karim merupakan "Tugu Peringatan Penyerahan Kedaulatan Tahun 1959", M. Said Karim, Hal. 93
**) Tahun 1950, Presiden Sukarno juga mengunjungi Kota Samarinda pada bulan Februari ditahun tersebut, salah satu agendanya adalah peletakan batu pertama Taman Pahlawan yang diprakarsai oleh Front Nasional kala itu dan pada bulan September ditahun yang sama itu, Bung Karno kembali mengunjungi kota Samarinda dengan status sebagai Presiden Republik Indonesia, bukan lagi sebagai Presiden Indonesia Serikat, Bung Hatta juga berstatus sama, beliau resmi kembali sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia dengan melepas statusnya yang sebelumnya menjabat sebagai Perdana Mentri RIS.
**) Tahun 1950, Presiden Sukarno juga mengunjungi Kota Samarinda pada bulan Februari ditahun tersebut, salah satu agendanya adalah peletakan batu pertama Taman Pahlawan yang diprakarsai oleh Front Nasional kala itu dan pada bulan September ditahun yang sama itu, Bung Karno kembali mengunjungi kota Samarinda dengan status sebagai Presiden Republik Indonesia, bukan lagi sebagai Presiden Indonesia Serikat, Bung Hatta juga berstatus sama, beliau resmi kembali sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia dengan melepas statusnya yang sebelumnya menjabat sebagai Perdana Mentri RIS.
***) Status Bulungan sebagai Daerah Istimewa, barulah
dicabut setelah Kepala Daerah Istimewa Pertama dan satu-satunya di Bulungan,
Sultan Maulana Muhammad Djalaluddin mangkat ditahun 1959. Hal ini diperkuat
pasca keluarnya dekrit presiden bertanggal 5 juli 1959, Bulungan bersalin
status menjadi Kabupaten Bulungan sesuai Undang-undang No.27/1959 dengan Bupati
pertamanya yang masih kerabat Kesultanan, yakni Bupati Andi Tjatjo gelar Datuk
Wihardja.[]
Sumber Pustaka
Ali Amin Bilfaqih, H. Said. 2006. “Sekilas
Sejarah Kesultanan Bulungan dari Masa ke Masa”. Tarakan : CV. Eka Jaya
Mandiri.
Moeis Hassan, H. A. 1994. “H.A. Moeis Hassan Ikut Mengukir Sejarah”. Jakarta
: Yayasan Bina Ruhui Rahayu Jakarta.
M. Said Karim. 2011. "Mutiara Abadi (Rekonstruksi Historis Pejuang-pejuang Kemerdekaan Bulungan)". Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan.
Sumber Foto : Koleksi Pribadi.
No comments:
Post a Comment
bulungan